Candi Borobudur pertama ditemukan |
Candi Borobudur merupakan salah satu dari 7 keajaiban yang ada didunia. Sebuah bangunan misterius yang pernah hilang dimakan amukan letusan Gunung Merapi dan kembali ditemukan pada tahun 1814 oleh penjajah Belanda.
Candi Borobudur dimasa lalu |
Candi Borobudur Terkubur Lahar Merapi
Beberapa ahli mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingi rawa kemudian terpendam yang disebabkan oleh letusan gunung Merapi.
Sejarah ditemukannya Candi Borobudur |
Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan "amawa" yang berarti lautan susu. Kata tersebutlah yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Gunung Merapi. Desa - desa disekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Kanurejo terdapat aktivitas warga yang membuat kerajinan. Selain itu, puncak Watu Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang Borobudur dari ketinggian. Gempa yang terjadi ditanggal 27 Mei 2006 lalu tidak berdampak pada Candi Borobudur, sehingga bangunan tersebut masih dapat dikunjungi.
Meletusnya Gunung Merapi diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur |
Sejarah Ditemukannya Candi Borobudur
Reruntuhan Candi Borobudur Sebelum Dipugar |
Setelah perang Inggris - Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak - artefak
antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan
kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat
setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya
di Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro.
Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak
dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C.
Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan
bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya
menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan
membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman
longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia
melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai
gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan
beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen
ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah
hilang ini.
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan
Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian
bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih
bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan
atas kegiatannya; secara khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan
arca buddha besar di stupa utama.
Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia
temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.
Foto pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873) setelah monumen ini dibersihkan dari tanaman yang tumbuh pada tubuh candi. Bendera Belanda tampak pada stupa utama candi. |
Pemerintah Hindia Belanda
menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik,
ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G.
Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas
monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah berencana
menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi
sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama.
Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans,
yang mengkompilasi monografi
berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf pertama
dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan
edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian. Foto pertama monumen ini diambil pada 1873 oleh ahli engrafi Belanda, Isidore van Kinsbergen.
Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup
lama Borobudur telah menjadi sumber cenderamata dan pendapatan bagi
pencuri, penjarah candi, dan kolektor "pemburu artefak". Kepala arca
Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena mencuri seluruh
arca buddha terlalu berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan
dijatuhkan oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di
Borobudur banyak ditemukan arca Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha
Borobudur telah lama menjadi incaran kolektor benda antik dan
museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala inspektur artefak
budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya
dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian
dan pencurian yang marak di monumen.
Akibatnya, pemerintah menunjuk Groenveldt, seorang arkeolog, untuk
menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan memperhitungkan kondisi
aktual kompleks ini; laporannya menyatakan bahwa kekhawatiran ini
berlebihan dan menyarankan agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak
dibongkar untuk dipindahkan.
Teras tertinggi setelah restorasi Van Erp. Stupa utama memiliki menara dengan chattra (payung) susun tiga. |
Bagian candi Borobudur dicuri sebagai benda cinderamata, arca dan
ukirannya diburu kolektor benda antik. Tindakan penjarahan situs
bersejarah ini bahkan salah satunya direstui Pemerintah Kolonial. Pada
tahun 1896, Raja Thailand, Chulalongkorn ketika mengunjungi Jawa di Hindia Belanda
(kini Indonesia) menyatakan minatnya untuk memiliki beberapa bagian
dari Borobudur. Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan dan menghadiahkan
delapan gerobak penuh arca dan bagian bangunan Borobudur. Artefak yang
diboyong ke Thailand antara lain; lima arca Buddha bersama dengan 30
batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala,
tangga dan gerbang, dan arca penjaga dwarapala
yang pernah berdiri di Bukit Dagi — beberapa ratus meter di barat laut
Borobudur. Beberapa artefak ini, yaitu arca singa dan dwarapala, kini
dipamerkan di Museum Nasional Bangkok.
+ comments + 3 comments
hohoh tidak semudah itu ferguso
Kerja keras yang nyata
bawa pulang lagi tu haruse yg di thailand..
Post a Comment