Konon, Seorang ulama Islam, bernama Syeh Abdul Jalil, datang ke Jawa
dan bermukim di Bukit Amparan Jati ( Daerah Cirebon sekarang ). Disana,
beliau bertemu dengan Syeh Dzatul Kahfi, seorang ulama sepuh yang sudah
lama menetap di Bukit Amparan Jati. Ulama sepuh inilah guru dari
Pangeran Walang Sungsang dan Dewi Rara Santang, putra-putri dari Prabhu
Silih Wangi, Raja Pajajaran.
Setelah menetap berdekatan dengan Syeh Dzatul Kahfi, Syeh Abdul Jalil
kemudian berpindah ke Carbon Girang. Disana beliau mendirikan sebuah
Pesantren dengan nama KRENDHASAWA. Banyak yang tertarik dengan ajaran
beliau yang bernuansa spiritual murni. Sama sekali berbeda dengan para
ulama-ulama lain yang juga mengurusi kenegaraan. Sibuk ingin mendirikan
Kekhalifahan Islam.
Di Pesantren Krendhasawa, para santri tidak menemui nuansa politik
seperti itu. Ajaran tassawuf begitu kental. Nuansa kedamaian sangat
terasa.
Kehadiran Syeh Abdul Jalil, menyita perhatian Dewan Wali Sangha yang
berpusat di Ampeldhenta ( Daerah Surabaya sekarang ). Sudah menjadi
kesepakatan bersama, seyogyanya, para ulama yang menetap di Jawa, masuk
menjadi anggota Dewan Wali. Syeh Abdul Jalil tidak menolak ajakan itu.
Beliau bersedia masuk menjadi anggota Dewan Wali Sangha.
Begitu menjadi anggota Dewan Wali, beliau mendapat julukan Syeh Lemah
Abang atau Syeh Ksiti Jenar ( Lemah = Tanah, Abang = Merah. Ksiti =
Tanah, Jenar = Kuning ). Beliau mendapat gelar seperti itu karena beliau
tinggal didaerah Jawa bagian barat yang terkenal tanahnya berwarna
merah kekuning-kuningan, beda dengan tanah jawa bagian tengah dan bagian
timur. Kata KSITI yang artinya tanah, lama-lama berubah menjadi SITI.
Maka terkenallah beliau dengan sebutan Syeh Siti Jenar atau Syeh Lemah
Abang atau Sunan Kajenar.
Beliau bukan keturunan bangsawan. Kebanyakan, para ulama yang waktu
itu dikenal dengan sebutan Wali, berasal dari kalangan bangsawan. Sebut
saja Sunan Ampel, dia berdarah bangsawan Champa. Sunan Benang (
lama-lama berubah menjadi Bonang ), Sunan Darajat ( lama-lama berubah
menjadi Drajat ), Sunan Lamongan, ketiganya putra Sunan Ampel, berdarah
bangsawan Champa dan Tuban ( karena istri Sunan Ampel masih keturunan
Kadipaten Tuban ), begitu juga Sunan Kalijaga ( berdarah Tuban), Sunan
Giri ( berdarah Blambangan ), dll.
Syeh Siti Jenar, tidak berdarah biru. Namun beliau memiliki
‘kecemerlangan’ melebihi para menak berdarah keraton. Mungkin ini juga
yang menjadi salah satu faktor sehingga beliau sama sekali tidak
tertarik dengan tetek bengek urusan perpolitikan, selain memang
‘kesadaran’ beliau yang benar-benar tinggi.
Konon, Syeh Siti Jenar adalah putra Syeh Datuk Sholeh yang bermukim
di Malaka. Syeh Datuk Sholeh putra dari Syeh Datuk Isa. Syeh Datuk Isa
putra Syeh Khadir Khaelani. Syeh Khadir Khaelani adalah putra Abdullah
Khannuddin. Dan Abdullah Khannuddin putra Ashamat Khan atau Syeh Abdul
Malik, yang konon tinggal di India sebelah barat yang sekarang wilayah
Pakistan. ( Nah, bisa diketahui kan, kebijaksanaan beliau berasal dari mana? : Damar Shashangka ).
Namun, status keanggotaan Syeh Siti Jenar didalam Dewan Wali Sangha
tidak-lah berlangsung lama. Sebab, begitu melihat para ummat Islam yang
semula benar-benar murni memperbaiki akhlaq, lama-lama terpengaruh
gerakan militansi Islam yang mulai digalang oleh Sunan Giri, santri
senior Sunan Ampel. Ditambah lagi, hal serupa juga tengah dilakukan oleh
Pangeran Cakrabhuwana, penguasa Carbon Girang.
Kegiatan-kegiatan ruhani Islami, kini berubah diwarnai dengan
latihan-latihan tempur. Fokus utama memperbaiki diri, kini berubah
menjadi out action, menyalahkan fihak lain. Suasana damai antara
penganut Islam, Hindhu dan Buddha, lama-lama mulai goncang.
Syeh Siti Jenar tidak menyukai hal ini. Dimana-mana, aksi sepihak
dari ummat Islam membuat suasana menjadi panas. Penganut Hindhu dan
Buddha yang selama ini merasa damai bersanding dengan penganut agama
baru ini, mulai terusik.
Syeh Siti Jenar, melayangkan surat protesnya ke Ampeldhenta. Namun
Sunan Ampel meyakinkan, semua masih wajar dan tidak berlebihan. Namun,
bagi Syeh Siti Jenar, apa yang dikatakan Sunan Ampel tidaklah sesuai
dengan kenyataan di lapangan.
Ada seorang ulama yang menyuarakan hal serupa, dialah Sunan Kalijaga.
Bersama Syeh Siti Jenar, Sunan Kalijaga mencoba membendung
gerakan-gerakan ummat Islam yang kini berubah radikal. Mau tidak mau,
diam-diam, ummat Islam terpecah menjadi dua kubu. Kubu yang militan dan
merasa dirinya paling benar karena katanya mengikuti anjuran Al-Qur’an
dan Hadist secara kaffah di dipimpin Sunan Giri, Sunan Giri menyatakan,
siapa saja yang menolak pergerakan ummat Islam yang tengah
gencar-gencarnya saat ini, sama saja menjalankan ajaran bid’ah. Sunan
Giri mengklaim, golongannya adalah golongan PUTIHAN (Kaum Putih), dan
ummat Islam yang tidak sepaham dengan golongannya, di tuduh sebagai
penganut bid’ah, golongan ABANGAN (Kaum Merah).
Untuk mengukuhkan pengakuannya, pengikut Sunan Giri bahkan
menyebarkan desas-desus bahwa Syeh Siti Jenar adalah seorang penganut
ilmu sihir dari India. ( Jelas diceritakan dalam Babad Tanah Jawa, Syeh
Siti Jenar mencuri dengar wejangan agama dari Sunan Bonang yang kala itu
tengah mewejang Sunan Kalijaga. Syeh Siti Jenar konon berubah menjadi
cacing tanah. Sunan Benang sendiri yang menambal bagian perahu yang
sedikit berlobang kala hendak berlayar ke tengah laut untuk sekedar
memberikan wejangan rahasia kepada Sunan Kalijaga. Sunan Benang
menambalnya dengan segenggam tanah. Padahal, didalam tanah yang sudah
tergenggam itu, ada Syeh Siti Jenar yang berwujud cacing. Sunan Benang
tahu, tapi dia diam saja. Begitu selesai mewejang barulah Sunan Benang
menyuruh cacing itu berubah menjadi manusia. Simbolisasi ini sangat
jelas sekali, bahwasanya masuknya Syeh Siti Jenar ke Dewan Wali Sangha
adalah atas prakarsa Sunan Benang, disimbolkan dengan mengambil tanah
berisi cacing. Dan Syeh Siti Jenar dianggap hanyalah rakyat jelata yang
sama dengan cacing. Perahu melambangkan Dewan Wali. Di bagian jawa
sebelah barat, ada kekosongan pimpinan ummat Islam. Syeh Dzatul Kahfi
sudah sepuh. Pangeran Cakrabhuwana bukanlah seorang ulama, dia seorang
politikus, ( Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, belum
datang ke Cirebon. Dia masih di Mesir. Dengan datangnya ‘sang rakyat
jelata Syeh Siti Jenar’, kekosongan pemimpin agama bisa ditutupi, tak
mengapa walau yang mengisi kekosongan adalah ‘seekor cacing’. Cacing
ini, rakyat jelata ini, berubah menjadi manusia atas anugerah Sunan
Benang. Seorang rakyat jelata, kini disegani sederajat dengan para
bangsawan, itu karena andil Sunan Benang. Dan sang cacing ini, sangat
dekat dengan Sunan Kalijaga. : Damar Shashangka )
Simbolisasai ini jelas-jelas muncul dikemudian hari setelah Syeh Siti
Jenar difatwakan sesat oleh Dewan Wali. Ada ungkapan diskriminatif di
Jawa “ Wong ya pancene godhong Krokot, diunggahna nganti dhuwur ya tetep
wae cukule melorot.” ( Namanya juga daun Krokot, walaupun diangkat
setinggi mungkin, tumbuhnya tetep saja melorot kebawah. ) Ungkapan ini
biasanya mencerminkan kekesalan seseorang yang telah berjasa mengangkat
orang lain dari kesengsaraan namun kemudian lupa daratan. Dan manakala
Syeh Siti Jenar, yang dulu bukan apa-apa, dan dimasukkan ke Dewan Wali
oleh Sunan Benang, sehingga kedudukannya terangkat, namun dikemudian
hari berani menentang Para Wali yang lain, maka kerluarlah ungkapan
kekesalan secara simbolik ini. Namanya saja rakyat jelata, bagaimanapun
juga, tetep saja kelakuannya seperti rakyat jelata, seperti cacing.
Kurang lebih seperti itu.
Padahal, tingkat ‘spiritualitas’ seseorang tidak bisa diukur oleh
pangkat dan derajatnya di masyarakat. Para Wali lupa. Karena mereka
memang tengah terfokus pada duniawi. Pada Kekhalifahan semata. Namun,
tidak demikian dengan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga, sangat menghormati
Syeh Siti Jenar karena tingkat spiritualitasnya benar-benar tinggi.
Kubu Sunan Giri dan kubu Sunan Kalijaga, tidak pernah sepaham
dimana-mana. Dan manakala Sunan Giri memberontak ke Majapahit dan ingin
mendirikan Kekhalifahan Islam di Jawa, walaupun lantas bisa dihancurkan
oleh Majapahit, Syeh Siti Jenar, menyampaikan protes keras. Bahkan
beliau kemudian menyatakan, keluar dari Dewan Wali Sangha.
Pada tahun 1475, Syarif Hidayatullah bersama ibunya Syarifah Muda’im,
datang dari Mesir ke Cirebon. Syarifah Muda’im adalah nama muslim Dewi
Rara Santang. Dia adalah adik kandung Pangeran Cakrabhuwana, penguasa
Carbon Girang.
Mendengar kedatangan Syarif Hidayatullah, Sunan Giri segera mengirim
utusan untuk memintanya bergabung bersama Dewan Wali Sangha yang
berpusat di Ampeldhenta. Syarif Hidayatullah menyetujuinya. Lantas dia
dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Dengan adanya Sunan Gunung Jati,
kekosongan kepemimpinan Islam di jawa bagian barat yang semula di jabat
Syeh Siti Jenar, tertutupi sudah.
Maka kini, ada dua kekuatan besar di Cirebon. Satu Syeh Siti Jenar dan yang kedua Sunan Gunung Jati.
Pada awal tahun 1478, Sunan Ampel wafat. Pimpinan Dewan Wali Sangha
berpindah ke tangan Sunan Giri. Hubungan Syeh Siti Jenar dan Sunan Giri
yang selama ini terkenal tidak bagus, begitu kepemimpinan Dewan Wali
berganti, maka hubungan ini semakin meruncing.
Bahkan, manakala terdengar bahwa Syeh Siti Jenar, mengajarkan Ilmu
Tassawwuf tingkat tinggi kepada murid-muridnya, yang sesungguhnya semua
wali juga paham akan Ilmu tersebut, oleh Sunan Giri, hal itu dijadikan
alasan untuk mencari-cari kesalahan Syeh Siti Jenar.
Syeh Siti Jenar, dipanggil menghadap ke Giri Kedhaton. Dan kisahnya
tercatat dalam Pupuh ( Bait-Bait ) Tembang Jawa seperti dibawah ini :
Sinom
Pagurone Syeh Lemah Bang,
Wejangane tanpa rericik,
Lan wus atinggal sembahyang,
Rose kewala liniling,
Meleng tanpa aling-aling,
Wus dadya Paguron Agung,
Misuwur kadibyannya,
Denira talabul’ilmi,
Wus tan beda lan sagunging aulia.
Sangsaya kasusreng janma,
Akeh kang amanjing murid,
Ing praja praja myang desa,
Malah sakehing ulami,
Kayungyun ngayun sami,
Kasoran kang Wali Wolu,
Gunging Paguronira,
Pan anyuwungaken masjid,
Karya suda kang amrih agama mulya.
Akeh kang amanjing murid,
Ing praja praja myang desa,
Malah sakehing ulami,
Kayungyun ngayun sami,
Kasoran kang Wali Wolu,
Gunging Paguronira,
Pan anyuwungaken masjid,
Karya suda kang amrih agama mulya.
Santri kathah keh kebawah,
Mring Lemah Bang manjing murid,
Ya ta Sang Syeh Siti Jenar,
Sangsaya gung kang andasih,
Dadya imam pribadi,
Mangku sa-reh bawahipun,
Paguroning Ilmu Khaq,
Kawentar prapteng nagari,
Lajeng karan Sang Pangeran Siti Jenar.
Satedhaking Majalengka,
Kalawan dharahing Pengging,
Keh prapta apuruhita,
Mangalap kawruh sejati,
Nenggih Ki Ageng Tingkir,
Kalawan Pangeran Panggung,
Buyut Ngerang Ing Betah,
Lawan Ki Ageng Pengging,
Samya tunggil paguron mring Siti Jenar.
Kalawan dharahing Pengging,
Keh prapta apuruhita,
Mangalap kawruh sejati,
Nenggih Ki Ageng Tingkir,
Kalawan Pangeran Panggung,
Buyut Ngerang Ing Betah,
Lawan Ki Ageng Pengging,
Samya tunggil paguron mring Siti Jenar.
Ing lami-lami kawarta,
Mring Jeng Susuhunan Giri,
Gya utusan tinimbalan,
Duta wus anandhang weling,
Mangkat ulama’ kalih,
Datan kawarna ing ngenu,
Wus prapta ing Lemah Bang,
Duta umarek mangarsa,
Wus apanggih lan Pangeran Siti Jenar.
Nandukken ing praptaning,
Dinuteng Jeng Sunan Giri,
Lamun mangkya tinimbalan,
Sarenga salampah mami,
Wit Jeng Sunan miyarsi,
Yen paduka dados guru,
Ambawa Imam Mulya,
Marma tuwan den timbali,
Terang sagung ing pra Wali sadaya.
Dinuteng Jeng Sunan Giri,
Lamun mangkya tinimbalan,
Sarenga salampah mami,
Wit Jeng Sunan miyarsi,
Yen paduka dados guru,
Ambawa Imam Mulya,
Marma tuwan den timbali,
Terang sagung ing pra Wali sadaya.
Prelu musyawaratan,
Cundhuking masalah ilmi,
Sageda nunggil seserepan,
Sampun wonten kang sak serik,
Nadyan mawi rericik,
Apralambang pasang semu,
Sageda salingsingan,
Pangeran Siti Jenar angling,
Ingsun tinimbalan Sunan Giri Gajah.
Apa tembunge maring wang,
Ature duta kekalih,
Inggih maksih Syeh Lemah Bang,
Pangeran Siti Jenar angling,
Matura Sunan Giri,
SYEH LEMAHBANG YEKTINIPUN,
ING KENE ORA ANA,
AMUNG PANGERAN SEJATI,
Langkung ngungun duta kalih duk miyarsa.
Ature duta kekalih,
Inggih maksih Syeh Lemah Bang,
Pangeran Siti Jenar angling,
Matura Sunan Giri,
SYEH LEMAHBANG YEKTINIPUN,
ING KENE ORA ANA,
AMUNG PANGERAN SEJATI,
Langkung ngungun duta kalih duk miyarsa.
Andikane Syeh Lemah Bang,
Wasana matus aris,
Kados pundi karsandika,
Teka makaten kang galih,
Wangsulan kang sayekti,
Pangeran ngandika arum,
Sira iku mung saderma,
Aja nganggo mamadoni,
INGSUN IKI JATINING PANGERAN MULYA.
Duta kalih lajeng mesat,
Lungane datanpa pamit,
Sapraptaning Giri Gajah,
Marek ing Jeng Sunan Giri,
Duta matur wot sari,
Dhuh pukulun Jeng Sinuhun,
Amba sampun dinuta,
Animbali Syeh Siti Brit,
Aturipun sengak datan kanthi nalar.
Lungane datanpa pamit,
Sapraptaning Giri Gajah,
Marek ing Jeng Sunan Giri,
Duta matur wot sari,
Dhuh pukulun Jeng Sinuhun,
Amba sampun dinuta,
Animbali Syeh Siti Brit,
Aturipun sengak datan kanthi nalar.
Terjemahan :
Perguruan Syeh Lemah Bang,
Wejangannya tanpa menggunakan perlambang ( simbolisasi dan langsung ke inti sarinya ilmu ),
Sholat syari’at tidak dipentingkan,
Inti sarinya saja yang dihayati,
Sangat gamblang, jelas dan tidak ditutup-tutupi lagi,
Sudah menjadi Perguruan Besar,
Terkenal kehebatannya,
Kedalaman Ilmu beliau,
Sudah tak ada beda dengan para Aulia.
Wejangannya tanpa menggunakan perlambang ( simbolisasi dan langsung ke inti sarinya ilmu ),
Sholat syari’at tidak dipentingkan,
Inti sarinya saja yang dihayati,
Sangat gamblang, jelas dan tidak ditutup-tutupi lagi,
Sudah menjadi Perguruan Besar,
Terkenal kehebatannya,
Kedalaman Ilmu beliau,
Sudah tak ada beda dengan para Aulia.
Semakin terkenal ditengah masyarakat,
Banyak yang datang menjadi murid,
Berasal dari kota sampai ke pelosok pedesaan,
Bahkan banyak para ulama,
terpikat dan masuk menjadi pengikut,
Kalahlah Delapan Wali yang lain,
Karena kebesaran perguruannya,
Masjid para wali ditinggalkan,
Membuat surut pengikut para Wali yang katanya membawa agama paling mulia.
Banyak yang datang menjadi murid,
Berasal dari kota sampai ke pelosok pedesaan,
Bahkan banyak para ulama,
terpikat dan masuk menjadi pengikut,
Kalahlah Delapan Wali yang lain,
Karena kebesaran perguruannya,
Masjid para wali ditinggalkan,
Membuat surut pengikut para Wali yang katanya membawa agama paling mulia.
Banyak para santri yang menjadi pengikut,
Menjadi murid Syeh Lemah Bang,
Adapun Sang Syeh Siti Jenar,
Semakin banyak yang mencintai,
Beliau menjadi Imam tunggal,
Jadi panutan para murid,
Perguruannya mengajarkan Ilmu Khaq ( Ilmu Sejati ),
Terkenal diseluruh wilayah negara,
Beliau mendapat sebutan,
Sang Pangeran Siti Jenar.
Menjadi murid Syeh Lemah Bang,
Adapun Sang Syeh Siti Jenar,
Semakin banyak yang mencintai,
Beliau menjadi Imam tunggal,
Jadi panutan para murid,
Perguruannya mengajarkan Ilmu Khaq ( Ilmu Sejati ),
Terkenal diseluruh wilayah negara,
Beliau mendapat sebutan,
Sang Pangeran Siti Jenar.
Seluruh keturunan Majalengka ( Majapahit ),
Termasuk keturunan dari Pengging,
Banyak yang terpikat oleh beliau,
Datang menimba ilmu pengetahuan sejati,
Seperti Ki Ageng Tingkir,
Juga Pangeran Panggung,
Buyut Ngerang dari daerah Butuh,
serta Ki Ageng Pengging,
Menjadi satu paham dengan beliau.
Termasuk keturunan dari Pengging,
Banyak yang terpikat oleh beliau,
Datang menimba ilmu pengetahuan sejati,
Seperti Ki Ageng Tingkir,
Juga Pangeran Panggung,
Buyut Ngerang dari daerah Butuh,
serta Ki Ageng Pengging,
Menjadi satu paham dengan beliau.
Lama-lama terdengar juga,
Oleh Kangjeng Susuhunan Giri,
Beliau segera memanggil utusan,
Sang duta sudah mendapatkan pesan yang harus disampaikan,
Berangkatlah dua orang ulama,
Tidak diceritakan di perjalanan,
Sudah sampai di Lemah Bang,
Sang duta mendekat dihadapan,
Setelah bertemu langsung dengan Pangeran Siti Jenar.
Oleh Kangjeng Susuhunan Giri,
Beliau segera memanggil utusan,
Sang duta sudah mendapatkan pesan yang harus disampaikan,
Berangkatlah dua orang ulama,
Tidak diceritakan di perjalanan,
Sudah sampai di Lemah Bang,
Sang duta mendekat dihadapan,
Setelah bertemu langsung dengan Pangeran Siti Jenar.
Menyampaikan maksud kedatangannya,
Diutus Jeng Sunan Giri,
Bahwasanya Pangeran Siti Jenar diharapkan menghadap,
Berangkat bersama kami,
Sebab Jeng Sunan Giri telah mendengar,
Bahwasanya paduka ( Pangeran Siti Jenar ) telah menjadi Guru Agung,
Menjadi Imam Mulia,
Oleh karena itu tuan dipanggil,
Untuk bermusyawarah menyelesaikan kesalah pahaman dengan Para Wali semua.
Diutus Jeng Sunan Giri,
Bahwasanya Pangeran Siti Jenar diharapkan menghadap,
Berangkat bersama kami,
Sebab Jeng Sunan Giri telah mendengar,
Bahwasanya paduka ( Pangeran Siti Jenar ) telah menjadi Guru Agung,
Menjadi Imam Mulia,
Oleh karena itu tuan dipanggil,
Untuk bermusyawarah menyelesaikan kesalah pahaman dengan Para Wali semua.
Berembug untuk menyatukan pemahaman,
Supaya tidak terjadi perpecahan,
Agar tercapai kesepahaman,
Jangan sampai timbul fitnah,
Walaupun Ilmu yang diajarkan memakai metode berbeda,
menggunakan kata-kata kiasan dan perlambang,
Intisari-nya jangan sampai berbeda makna,
Pangeran Siti Jenar berkata,
Aku dipanggil Sunan Giri Gajah,
Supaya tidak terjadi perpecahan,
Agar tercapai kesepahaman,
Jangan sampai timbul fitnah,
Walaupun Ilmu yang diajarkan memakai metode berbeda,
menggunakan kata-kata kiasan dan perlambang,
Intisari-nya jangan sampai berbeda makna,
Pangeran Siti Jenar berkata,
Aku dipanggil Sunan Giri Gajah,
( Sunan Giri Gajah, salah satu nama lain Sunan Giri Kedhaton. Ada
cerita simbolik mengenai hal ini.Konon, Sunan Giri tengah menggendong
anaknya yang terus-terusan menangis. Karena tak juga berhenti, maka
Sunan Giri menyabda sebuah batu menjadi gajah. Melihat batu berubah
menjadi gajah. Anak Sunan Giri diam tangisannya. Namun, gajah tersebut
kemudian berubah menjadi batu lagi Simbolisasinya, Sunan Giri didesak
oleh para ulama-ulama yang lain untuk segera membentuk Kekhalifahan
Islam. Sunan Giri menurutinya. Dan, diamlah desakan-desakan itu.
Walaupun ternyata, kebesaran Giri Kedhaton yang seumpama besarnya seekor
gajah, ternyata hanya sekejap saja. : Damar Shashangka )
Apa panggilan Sunan Giri kepadaku?,
Kedua duta menjawab,
Beliau memanggil Syeh Lemah Bang,
Pangeran Siti Jenar berkata,
Katakan kepada Sunan Giri,
SYEH LEMAH BANG SESUNGGUHNYA,
DISINI TIDAK ADA,
YANG ADA PANGERAN SEJATI ( TUHAN YANG SESUNGGUHNYA ),
Terkejut keheranan kedua duta.
Kedua duta menjawab,
Beliau memanggil Syeh Lemah Bang,
Pangeran Siti Jenar berkata,
Katakan kepada Sunan Giri,
SYEH LEMAH BANG SESUNGGUHNYA,
DISINI TIDAK ADA,
YANG ADA PANGERAN SEJATI ( TUHAN YANG SESUNGGUHNYA ),
Terkejut keheranan kedua duta.
Mendengar kata-kata Syeh Lemah Bang,
Lantas berkata,
Bagaimana maksud anda ?
Sampai bisa berkata demikian?
Tolong berikan penjelasan kepada kami,
Pangeran Siti Jenar berkata lembut,
Kalian hanyalah utusan,
Jangan membantah,
INGSUN (AKU) INI SESUNGGUHNYA PANGERAN MULYA ( TUHAN YANG MAHA MULIA ).
Lantas berkata,
Bagaimana maksud anda ?
Sampai bisa berkata demikian?
Tolong berikan penjelasan kepada kami,
Pangeran Siti Jenar berkata lembut,
Kalian hanyalah utusan,
Jangan membantah,
INGSUN (AKU) INI SESUNGGUHNYA PANGERAN MULYA ( TUHAN YANG MAHA MULIA ).
Kedua utusan lantas keluar,
Pergi tanpa berpamitan,
Sesampainya di Giri Gajah,
Mendekat kepada Jeng Sunan Giri,
Utusan menghaturkan hasil tugasnya dari awal sampai akhir,
Dhuh Yang sangat kami hormati dan yang menjadi junjungan kami,
Kami sudah tuan utus,
Memanggil Syeh Siti Brit ( Brit ; Merah ),
Jawaban beliau memanaskan telinga dan tidak memakai nalar.
Lanjut Bagian 2
Pergi tanpa berpamitan,
Sesampainya di Giri Gajah,
Mendekat kepada Jeng Sunan Giri,
Utusan menghaturkan hasil tugasnya dari awal sampai akhir,
Dhuh Yang sangat kami hormati dan yang menjadi junjungan kami,
Kami sudah tuan utus,
Memanggil Syeh Siti Brit ( Brit ; Merah ),
Jawaban beliau memanaskan telinga dan tidak memakai nalar.
Lanjut Bagian 2
+ comments + 1 comments
apik, terima kasih
Post a Comment